Posts

ibu peradaban

Selamat bahagia ibu peradaban Hari ini telah kau selesaikan masa studimu Telah kau pikul gelar sarjanamu Gelar yang kau tunggu setelah tiga setengah tahun telah berlalu  Senyum cerah terpancar dari wajahmu  Orang sekitar juga ikut memujimu Selamat juga ku haturkan untukmu  Moga dengan ilmu yang kau dapat suatu saat kau dapat mengeluarkan generasi generasi hebat dari rahim yang taat Bagaimana dengan masa depanmu?  Apakah kan kau akhiri masa lajangmu?  Sudahkah ada pria beruntung yang berhasil merenggut jiwamu?  Semoga yang kau tunggu segera datang menghampiri serta mengikatmu Sementara aku.. Jangan hiraukan, aku hanya sebatas pengagum pelepas senyum dikala dukamu

terima kasih untukmu

Hari ini kita kembali di sekat masa Jarak akan membuat raga kita untuk tidak lagi bersama Waktu begitu singkat, perpisahan pun semakin dekat Jarak akan menjadi sekat untuk dua raga yang tak saling terikat Kamu adalah hawa yang pernah ku kagumi Wanita sederhana yang selalu membuat hati simpati Esok kau akan berlayar menuju pelabuhan yang telah kau putuskan Berlayar dari dermaga cinta yang penuh kenangan  Terima kasih telah mengisi alur cerita hidupku  Telah bersedia menjadi pemeran di salah satu kisahku  Tatkala raga kita tak lagi menyatu Aku harap kamu tiada jemu untuk mengabariku Meski kita telah di sekat oleh waktu Gejolak jiwa terus berbenturan  Saat raga kita jemu dalam penantian  Sebait doa telah ku panjatkan agar nanti kita bisa dipertemukan  Dalam suasana nyaman dari lelahnya masa penantian

hadir di alam mimpi

Terima kasih sudah hadir dalam nyenyak tidurku menemani panjangnya waktu malamku Meski sedikit mengganggu namun aku sangat terharu  sebab kau masih bersedia menyempatkan diri untuk mengunjungi ruang imajinasiku Hadirmu seakan memberiku ruang untuk kembali Ragamu memanggil seakan menyuruh untuk menghampiri Aku masih menyisakan ruang untuk kita bertemu Bercengkarama tentang rumitnya hati kala merindu Memang kini kita sedang di sekat waktu Bertahan diam dalam benalu rindu Namun ragamu selalu menyeru "kembalilah padaku telah ku buka ruang masa lalu yang membuat kita tidak bisa bertemu  ragaku masih mengharapkanmu untuk mengisi celah demi celah kekosongan di hatiku Aku rindu, Namun tak mampu ku ucapkan lewat tutur kataku, sebab aku malu akan dirimu".

Penantian

Teruntuk hawa yang masih dalam tanda tanya  Jarak menjadi saksi bahwa kita sedang di sekat waktu Ia menciptakan pilu dalam riuh rindu yang begitu menggebu Jarak pemisah antara dua raga yang akan bertemu begitu ketat Membuat seorang hawa harus tabah menunggu dibalik tabir yang sudah disekat  Ia masih sabar dalam kesendirian  Namun sebaliknya ia juga merasa risih dalam penantian  Dalam hati ia berkata  "Sampai kapan kau tawan aku dalam kesendirian?  Mengapa sampai sekarang tabir pemisah ini tak kunjung jua kau sinsingkan?  Apakah kamu belum mampu untuk menghalalkan?  Atau sengaja kau tawan aku dalam seribu pengharapan?  Aku tak pernah mengharap dinar berbalut emas darimu Tak juga pernah ku harap pangkat dan jabatan mu  Yang ku tunggu hanyalah lafadz akad yang mengucur dari bibirmu Serta serah terima raga dari orang tua ku Itu yang ku tunggu  Kamu dan seperangkat alat pengikat agar kita menyatu.

Sebuah isyarat untuk mendekat

Warna kuning keorenan pertanda pergantian petang menjelang malang Senja yang ku rindu begitu cepat pergi berlalu  Gemerlap hitam pertanda kelam menyambut malam Saut-sautan gema adzan berkumandang dimana mana Para manusia begitu antusias untuk menghadiri panggilan-Nya Aku yang faham akan sebuah isyarat, perlahan mencoba untuk mendekat  Di perjalanan Ku lihat hawa berjalan seraya menundukkan kepala Mukena putih di hiasi pernak-pernik hitam membuat raga ini seakan tenggelam  Saat berpapasan  hati ini bertanya, Inikah hawa yang telah Tuhan janjikan? Ataukah ia hanya perhiasan dunia bagi seorang insan. Mungkin ia hanya senja kedua yang di kirim Tuhan untuk menghibur seorang hamba dari senja pertama yang perlahan meninggalkannya Hari itu aku merasa tentang keadilan Tuhan Disaat yang di dambakan hilang tanpa bayang Disaat yang sama juga Tuhan mengirimkan seorang penenang

ketentuan

Diam itu pilihan Suka itu pilihan Kagum itu pilihan  Cinta itu pilihan  Mengungkapkan perasaan juga pilihan Tapi aku masih bingung, mengapa Tuhan juga menjadikanmu sebagai pilihan?  Mengapa Tuhan Tak menjadikan mu sebagai ketetapan?  Aku masih merasa heran Sudah ku ajak Rabb untuk bercengkarama  Bercerita tentang kita, hari tua dan syurga  Namun di sela-sela kata yang ku untaikan Ia memberiku peringatan "Mengapa kau masih menginginkan yang baik menurut mu, sedang aku sudah mempersiapkan  yang terbaik untukmu menurut-Ku" Sambil tertunduk malu Ku tatapi wajah-Nya, kami berdua pun tertawa ria. Perihal kamu, hawa yang masih ku damba. Tunggu aku di persimpangan jalan Aku kan datang tuk menghalalkan Membawa mu ke singasana dua insan di antara ribuan keramaian.  

materi dunia

Belum mampu ku pergi dari mu, dari kisah masa lalu yang mengikat kita untuk bersatu Belum sempat ku ulang kisah yang hilang  Dari perjalanan hidup yang begitu Malang  Juga belum sempat ku tata rapi cinta yang pernah kita bina  Kini tiada waktu untuk aku dan kamu bertemu  Bersapa raga saja tidak bisa  Apa lagi mengulang rasa yang pernah ada Aku tak memaksamu untuk menerima kekurangan ku  Dan aku juga tidak bersedia memberikan untuk menerima kelebihan mu Aku takut sebab raga, kasta menjadi patokan orang tua  Kamu tau aku Pria desa yang tiada berpunya, dari keluarga biasa sering di cela bahkan jadi omongan tetangga  Bukan tak mungkin untuk mempersunting mu  Hanya saja aku masih menghargai silsilah keturunan mu Sedari dulu keluarga mu di hormati  Pangkat dan jabatan orang tua mu di segani Tiba-tiba aku yang lusuh ini menghampiri mu  Mencoba untuk lebih dekat dengan mu hingga mempersuntingmu Mau di letakkan marwah keluarga mu?  Seak...